RSS

06.41 pm

Saturday, August 22, 2009

Tanggal 1 Ramadan 1430 Hijriyah ini hampir persis dengan Ramadan tahun lalu. Aku lewati kesempatan tarawih dan puasa pertamaku. Sedih memang. Tapi beginilah jika menjadi seorang perempuan. =D

Setelah ikut buka puasa ini, entah mengapa imajinasiku melayang pada memori dua tahun silam, saat aku begitu gundah dan terburu-buru membuat diary Ramadan di blog. Pak Ilam yang menugaskan. Saat itu, aku masih belum fasih dan terampil memakai blog. Bahkan untuk log in saja sungguh kaku. Konyol sekali mengingat waktu itu. n_n

Yang membuat terkesan adalah Ramadan tahun itu meningkatkan adrenalinku untuk masuk kembali ke dunia menulis. Ke dunia yang pernah mengantarkanku bertemu dengan banyak tokoh dan rasa percaya diriku semakin tumbuh. Aku menjadi pemilik blog yang beralamatkan : http://deliabilda-tiemuttaqin.blogspot.com.

Jika dulu aku menulis kembali karena ada faktor ‘x’ yang notabene untuk mengejar nilai dan membersihkan nama baik diri selaku anggota jurnalis, kini hatiku tergerak lagi. Bukan untuk mengejar nilai atau membersihkan nama semata, akan tetapi nalurilah mengajakku untuk menyelami kembali masa-masa indah dunia yan telah membesarkan namaku ini.

Ramadan ini berhimpitan dengan ulangtahunku yang ke-17. Kamis, 20 Agustus kemarin genap usiaku menua. Meski pada beberapa waktu menjelang usia tersebut aku sempat fobia dan mengalami kecemasan yang luar biasa dasyat, Alhamdulillah, justru di hari H Allah membukakan pintu hatiku mengajak pikiran dan sugestiku ke arah yang lebih positif.

Sayang, entah pengaruh novel entah karena hormonku mulai meningkat, dalam benakku selalu saja ingin menikah. Bahkan tadi pagi, setelah selesai membaca novel ‘Ketika Cinta Bertasbih 1’ milik M. Arya Zamal, adik kelasku, aku selalu dibuntuti oleh bayangan keinginan akan dikhitbah oleh seseorang yang membawa mushaf. Subhanallah dan astaghfirullahal adzim.

Aku memang terhitung sangat ketinggalan karena baru membaca KCB tersebut. Belum lagi KCB yang sesi 2. Tapi aku merenung, membaca di usia 17 tahun yang setidaknya sudah cukup mampu mengontrol emosi saja, aku sudah semakin ingin menikah. Aku tidak mampu membayangkan begitu lugu dan memalukannya aku jika saat novel tersebut diluncurkan, aku langsung membeli dan membacanya. Apalagi di tahun 2007 hingga awal 2009, yang mana novel tersebut diluncurkan dengan beberapa kali cetakan, aku sedang berada pada kondisi penuh aktivitas dan di puncak semangat dalam meniti masa depan.

Keinginanku dikhitbah kucoba untuk ditimpa hal lain.

Aku rebahkan tubuh di atas kasur yang sudah cukup lapuk di kamar, meski masih layak pakai. Di dekat bantal aku melihat buku berjilid warna hijau dengan aksen parafku di cover depannya. Aku memang lebih suka membubuhkan tanda tangan atau paraf daripada menuliskan nama sendiri di buku yang baru di beli.

Buku itu adalah kumpulan soal bahasa Indonesia. Tadi malam sebelum ngantuk mendera dan agak lelah membaca (karena membutuhkan imajinasi), aku coba mengerjakan satu demi satu soal yang tertera. Mmh… Agak rumit juga. Perlu analisis dan konsentrasi penuh. Itupun kalau inginkan jawaban yang benar. Setidaknya sesuai dengan ilmu yang telah didapatkan selama belajar bahasa Indonesia.

Melihat cukup menantangnya soal tersebut, aku hentikan sejenak akalku untuk berpikir. Ilusiku mengajakku ke saat dengan setting sekolah. Aku jadi ingat, saat memperoleh fotokopian tersebut, aku sempat berujar bahwa aku pasti sanggup menyelesaikan semua soal dalam jangka waktu 5 jam. Astaghfirullah, maafkan aku ya Allah yang telah begitu sombong dihadapan-Mu, guruku, dan teman-temanku.

Aku menghela napas. Tak semestinya aku sesombong itu. Hanya Allah-lah yang pantas untuk sombong. Pemilik segala alam semesta sekaligus isinya. Berkali-kali kuucap istighfar. Saat itu jam telah menunjukkan pukul 9. Sudah saatnya tidur, apalagi aku diamanati seseorang untuk membangunkannya saat sahur.

***

Mataku masih terpaku pada buku bahasa Indonesia tersebut. Rasa malas memang masih mengikat cukup erat. Belum lagi pikiran yang dipenuhi dengan tekanan-tekanan akan tugas yang tidak hanya satu. Tapi bagaimanapun segala sesuatu, seringan apapun, tidak akan pernah kelar jika hanya dipikirkan tanpa dikenai perlakuan!

Sambil rebahan, kubuka satu persatu lembaran soal. Baru beberapa halaman yang sudah diisi. Itupun beberapa telah didiskusikan saat di kelas. Jadi sungguh sangat sedikit soal yang aku kerjakan tadi malam. Maka, aku targetkan untuk selesaikan bab 2 yang jumlah soalnya mencapai 113 buah. Saat itu aku baru menyelesaikan soal kurang dari 50. Jadi lumayan mengasah otakku agar tak terlalu tumpul.

Matahari semakin menyingsing. Hanya butuh beberapa ratus menit lagi saja menuju ke atas ubun-ubun langit. Aku sudah selesaikan soal. Rencananya setelah itu akan aku lanjutkan untuk mengerjakan soal TOEFL yang ditugaskan Mr. Benz sebelum libur Ramadan. Akan tetapi, aku lupa lagi halaman berapa saja yang ditugaskan. Daripada salah, kucoba sms Gea. Tapi hingga beberapa menit, aku belum mendapat balasan apapun darinya. Mau sms ke yang lain, pulsanya sekarat. Bismillah. Tunggu Gea saja.

Menunggu Gea tak mau aku habiskan dengan sia-sia. Kebetulan aku rindukan lagu-lagu favoritku yang disimpan di laptop. Memang tak banyak lagu Islami, maka sebagian musiknya lagu-lagu yang menyentuh kalbu dan good hearing pokoknya (Itu sihh kata aku. Hehehe… Tak tahulah dengan pendapat yang lain.)

Kulihat di desktop begitu banyak file yang tidak berada pada tempatnya. Sambil merapikan, aku coba buka beberapa file yang berisi soal-soal. Aku jadi tertarik ingin membuka beberapa page yang sempat disave, khususnya yang mengenai PT. Aku buka UPM. Tak hanya di page tersimpan, ternyata dulu aku pernah mendownload profil UPM secara umum dalam bentuk extension *.pdf.

Ada program studi yang membuatku tertarik. Prodi Ilmu Komunikasi Peminatan Penyiaran. Itu kan cukup bergesekan dengan ilmu jurnalistik. Mungkin karena itu pulalah aku ingin kembali ke dunia jurnalistikku. Seperti dulu, lagi, lagi, lagi. Saat itu juga, langsung aku share kepada kedua orang tuaku. Alhamdulillah mereka sangat mendukung.

Titik azimuth matahari telah lewati. Aku jadi ketagihan untuk membaca, meski untuk menulis masih togmol. Tapi setidaknya ada peningkatan. Saat mataku menerawang, kulihat ada buku bercover garis. Sepertinya aku kenal, bathinku. Kuhampiri dan mengambilnya dengan hati-hati. Ternyata benar, itu novel yang selama ini aku cari. Yang telah aku kira hilang tanpa bekas dan apalagi jejak. Tanpa pikir panjang, langsung aku baca. Selesai maghrib.

Ya Allah, mengapa rindu ini menguasaku lagi?

0 komentar: