RSS

indonesiaku..


Indonesia Penerus Uni Sovyet(?)


Sulit terbayang apa jadinya dunia ini beberapa masa ke depan. Melihat peradaban sekarang saja sudah berlari jauh meninggalkan masa purba terdahulu. Ilmu pengetahuan berkembang. Teknologi bermunculan. Kebudayaan baru selalu digulirkan. Meski pada kenyataannya, kapasitas yang tersedia begitu terbatas.


Jangankan dunia, Indonesia, misalnya, baru saja seabad kebangkitan nasional,masyarakat harus mulai beradaptasi dengan kesemrawutan. Sadarkah dunia ini mulai menandakan ketidakjelasan?

Namun, dunia belum berakhir, Kawan. Masih banyak celah yang bisa mengembalikan citra diri meski jagat tak berhenti.

Di masa keosteoporosisan bumi, ada beberapa hal yang mulai agak dikesampingkan para insan. Sejarah dan kebudayaan. Padahal, seyogyanya, kedua hal inilah yang menjadi konseptor pembangunan sekarang. Jika nilai kebudayaan sudah dijunjung, apakah itu cukup? Tidak sampai di sana. Keegoan masing-masing daerah juga harus diperhatikan. Jangan sampai ada kisruh yang hanya disebabkan oleh kebudayaan dan pemikiran yang berbeda.

Mengutip dari sastrawan besar, Sutan Takdir Alisyahbana, salah satu dosen Antropologi Fisip Unpad (Universitas Padjadjaran-red), Dr. Ade Makmur, M.Phil. yang ditemui Q Smart beberapa waktu lalu mengemukakan bahwa ada tiga hal yang harus mulai dikembangkan di Indonesia.


”Agar kehidupan bisa seimbang, kita harus memiliki tiga aspek utama. Nilai ekspresif yang meliputi agama dan seni. Nilai progresif yang meliputi ilmu pengetahuan dan teknologi serta ekonomi. Dan yang ketiga, integratif, pemikiran politis.”

Di Indonesia, nilai yang baru dikembangkan adalah nilai ekspresifnya, agama dan seni. Tak heran apabila sampai saat ini banyak di sekitar kita yang mengalami keterbelakangan. Padahal, dahulu, di masa perjuangan mempertahankan tanah air, banyak para pejuang muda yang telah menggulirkan ketiga pernyataan tersebut. Salah satunya adalah Sutan Takdir Alisyahbana. Sayangnya, yang respect terhadap pemikiran tersebut hanya kaum minoritas.

Setelah menyadari kurangnya respon dari bangsa Indonesia, ia mencoba mengemukakan pemikirannya di negeri Jiran, Malaysia. Berbeda dengan di Indonesia, pemikirannya diterima bahkan diterapkan di sana. Kebetulan, pada masa itu sebagian besar keuangan Malaysia dikuasai oleh pedagan Cina.

Ternyata, keberadaan Sutan memberi perubahan yang signifikan. Pemerintah Malaysia menganggarkan keuangannya sebesar 75% untuk pelatihan ekonomi dan pendidikan. Sedang hanya 25% keuangan yang dikuasai Cina. Padahal pada awalnya perbandingan keuangan Malaysia dan Cina adalah sekitar 40% berbanding 60%.

Makanya, Malaysia yang posisi peradabannya jauh di bawah Indonesia, dalam jangka waktu hanya dua puluh tahun sudah bisa menyaingi Indonesia, bahkan telah meninggalkan Indonesia.

Ironis sekali. Telah selangkah peradaban Indonesia ditinggalkan peradaban negara lain. Bukan hanya itu, satu persatu hasil budaya bangsa mulai diambil hak miliknya oleh orang lain. Seperti Reog Ponorogo atau lagu Rasa Sayange. Sulit bagi kita untuk mempertahankan. Pasalnya, tidak ada bukti autentik yang bisa mengatakan bahwa kebudayaan-kebudayaan itu asli milik Indonesia. Yang ada, hanya sejarah dari mulut ke mulut yang kejelasannya patut dipertanyakan.

Sebelum banyak lagi kebudayaan Indonesia yang diambil alih kepemilikannya oleh bangsa lain, ada baiknya kita mulai dengan menata pengarsipan atau pengadministrasian. Karena keengganan akan mendata dan mengumpulkan arsip kebudayaan kita akan berakibat hilangnya semua kebudayaan yang telah nenek moyang beri secara turun temurun.

Selain itu, menurut Pak Ade, keragaman budaya di Indonesia harusnya dijadikan pengikat yang nantinya akan muncul gagasan dan pemikiran kolektif sehingga Indonesia gagasan tersebut bisa diterima dan diterapkan semua penduduk. Sayangnya, kefleksibelan otonomi daerah (otda) telah membuat tingkat pengikat yang kuatnya rendah. Masing-masing berjalan dengan kebudayaan dan aturan masing-masing. Apalagi pembagian provinsi di Indonesia didasarkan pada perbedaan kebudayaan. ”Padahal kultur dominan bisa lebih mudah dalam pengaturannya. Sedangkan di Indonesia tidak ada pihak yang dominan. Sehingga agak sulit untuk menyatukannya.” tambahnya.

Antisipasinya, harus ada landasan mutualisme dan sikap saling menghormati serta menghargai antar kebudayaan. Karena seandainya kebudayaan asli mulai tergeser dengan kebudayaan yang kurang jelas, dan masing-masing daerah membentengi dengan mengembangkan aktivitas-aktivitas kebudayaan serta pola pikir yang cerdas akan menghasilkan gagasan yang kolektif.

Namun, untuk menyatukan gagasan agak terhambat dengan kondisi geografisnya yang memerlukan sistem transportasi nasional yang baik. Bukan hanya itu, sarana komunikasi pun harus dibenahi, karena sudah ada beberapa media komunikasi di Indonesia yang kini telah menjadi hak milik orang lain.

Ketahanan sosial pun jangan sampai terlupakan. Ada baiknya pendidikan yang diterapkan di Indonesia ini berbasis pada nilai-nilai kebudayaan. Setidaknya para young generation bisa mengenal kebudayaan sejak dini dan rasa cinta tanah air serta kebudayaan mulai terpupuk.

Pernahkan kawan membayangkan apa jadinya Indonesia apabila terus bergelut dengan ego masing-masing? Tidak menutup kemungkinan, kan, apabila beberapa tahun kemudian Indonesia bukan lagi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), namun berubah menjadi negara serikat atau yang lebih parahnya menjadi negara-negara kecil seperti yang terjadi pada Uni Sovyet. Dahulu Uni Sovyet merupakan negara yang besar dan kuat, namun karena adanya perpecahan, memaksa mereka menjadi negara-negara kecil.

Sebenarnya, Indonesia bersatu juga dalam kondisi kepepet, di mana dahulu Indonesia sedang menghimpun kekuatan agar bisa bebas dari penjajahan. Karena itulah, dikhawatirkan nantinya Indonesia terpecah lagi menjadi beberapa Jong. Seperti Jong Java, Jong Sumatera, dan Jong-jong lainnya.

Binnheka tunggal ika. Semboyan Indonesia yang tak boleh tergoyahkan sampai kapanpun. Nilai kebudayaan harus terus didekap sampai akhir masa. Indonesiaku, tanah airku, darah, tulang, raga, dan jiwa serta hatiku selalu tercurahkan untukmu. Jangan sampai hak milikmu menjadi milik orang lain. Junjung terus persatuan demi sang saka, Merah Putih.

S. A. Deliabilda / XI Exact 2
Q Smart AMQ

0 komentar: