Universitas Indonesia,
World Class University
Ruangan ber-AC, dengan ukuran sekira 12 m x 6 m di lantai dua gedung rektorat menjadi saksi bisu kebersamaan kami, guru dan siswa SMA Al Muttaqin bersama rektor, Bapak Dr. der Soz Gumilar Rusliwa Somantri secara langsung. Dalam kurun waktu yang tak lebih dari empat puluh lima menit, kami bisa berdiskusi mengenai pendidikan dan mengenal lebih jauh serta mengetahui informasi terbaru mengenai universitas terbaik di Indonesia 2008 ini.
Kesempatan kedua bersua dengan beliau tak kami lewatkan. Dengan perasaan bimbang, benar atau tidak bahwa seorang yang sedang berjalan di hadapan kami itu adalah Pak Rektor. Untunglah, bimbang tersebut tak terjadi begitu lama. Kami segera tersadar dan ‘mencegat’ beliau dengan senyum dan sapaan. Dengan ramah beliau membalas sapaan kami.
“Kami dari SMA Al Muttaqin Tasikmalaya. Beberapa bulan yang lalu kami pernah bertemu dan berdiskusi dengan Bapak di Unsil (Universitas Siliwangi-red).” Mencoba membuka kembali memori beliau.
Beliau mengangguk dan melirik jam tangannya. Setelah itu, beliau mengangkat kepala dan mengajak kami, “Mari ikut ke ruangan saya. Kebetulan saya punya waktu luang sebelum jam 10.” Tanpa pikir panjang, kami mengangguk seraya mengucapkan terima kasih dan mengikuti beliau ke dalam lift khusus rektor.
Berdiskusi Luas
Satu persatu, tegap langkah kami menuju ruangan kerja Pak Rektor. Di sudut kanan, sebuah rak besar berisi buku-buku berjajar rapi. Di depannya, sofa berwarna abu-abu disediakan. Sedang, kami duduk di meja meeting yang berada di pusat ruangan.
Sepertinya, ada secercah kerinduan terhadap kampung halaman tercinta, Tasikmalaya. Terbukti, pertanyaan pertama yang beliau lontarkan adalah keadaan Tasikmalaya. “Bagaimana Tasik sekarang? Ada kabar apa?” tanya beliau membuka kebisuan sambil menandatangani setumpuk kertas di dalam map.
Merasa Tasikmalaya adem-adem saja, kami pun tak banyak komentar. “Tasik baik-baik saja. Mengalir seperti air.” Jawab salah seorang dari siswa.
“Walikotanya baru ganti, ya. Pak Syarief. Bagaimana Tasik selama oleh Pak Syarief?” Tanya beliau lagi. “Alhamdulillah, semakin membaik. Dalam hal pendidikan, Kota Tasikmalaya menjadi salah satu kota yang sudah mewajibkan belajar minimal 12 tahun. Di Indonesia, kabupaten maupun kota yang sudah menerapkan aturan ini baru sebagian kecil saja. Karena memang dari pemerintah baru mewajibkan belajar minimal 9 tahun.” Terang Pak In In, Wakasek Kesiswaan SMA Al Muttaqin.
“Bagus kalau begitu.” Ucap beliau. “Di Tasik sedang musim hujan tidak?” lanjutnya. Kami mengangguk. “Harus rajin tanam pohon, ya. Biar ga banjir.” “Go green, Pak.” timpal kami. “Kebetulan salah seorang siswa yang ikut adalah ketua departemen lingkungan hidup. Ada Ari, yang itu.” Sambung Pak In In sambil menunjuk Ari. Ari mengangguk.
Langsung beliau memperkenalkan kami secara umum. “Yang ikut pada kesempatan kali ini cukup lengkap. Ada yang dari MPK, Sekjen OSIS, Departemen Keuangan, Departemen Komunikasi, Informasi, dan Kerjasama, Departemen Sains dan Teknologi, juga dari Panitia JSC. Di sekolah kami memang untuk bidang-bidang OSIS menggunakan departemen, biar serasa memimpin negara.” Terang Pak In In yang diamini Pak Agus, Ketua Divisi Sains SMA Al Muttaqin.
Sebagai universitas yang sedang meniti menuju kelas dunia, dengan dikomandoi oleh Pak Gumilar serta dibantu tenaga dan pemikiran muda, dari segi fasilitas, pendidikan, tenaga pengajar, hingga prospek ke depannya pun sudah menuju kelas dunia.
“Saat ini sedang banyak renovasi. Sekarang UI sedang merancang e-library dengan luas sekitar 20.000 m2. Buku yang disediakannya pun mencapai 5 juta buah dengan persentasi buku berbahasa asing sebesar kurang lebih 80%.” Tutur Pak Gumilar.
Selain itu, gymnasium, stadion, ruang rektorat, dan beberapa fasilitas lainnya sedang diperbaiki dan dilengkapi.
Untuk menyejajarkan kualitas para mahasiswa UI, doktrin yang diberikan ialah harus menjadi pelopor, penggerak, peneliti, dan harus mampu membangun bangsa. ”Dengan kata lain harus menjadi empower.”
Ditambahkan oleh Ibu Roomilda yang akrab dipanggil Bu Ida dari Bidang Kehumasan dalam rangka study ilmiah bersama seluruh siswa SMA Al Muttaqin di Balai Sidang UI, hingga saat ini UI telah mendirikan kelas Bahasa Inggris, menyelenggarakan seminar maupun workshop dengan mengundang tokoh-tokoh dalam negeri maupun luar negeri, public lecture, bekerjasama dengan perguruan tinggi manca negara, pertukaran mahasiswa, bahkan lulusannya pun banyak yang langsung mendapat pekerjaan baik dari dalam maupun luar negeri.
“Persentasi dosennya pun lebih banyak yang sudah bergelar professor, bahkan UI dinobatkan sebagai universitas yang jumlah dosen bergelar profesornya tertinggi.” Terangnya.
Sebelum mengakhiri diskusi kami, Pak Gumilar sempat menanyakan nama dan cita-cita siswa. “Adik ini, siapa namanya?” Tanya beliau secara tiba-tiba kepada saya. Kebetulan saya yang paling berdekatan duduknya dengan beliau.
“Delia.” Jawab saya. “Cita-citanya pengen jadi apa?” Tanya beliau lagi. “Ingin menjadi sosiolog.” Menjawab dengan yakin. Sesungguhnya di dalam hati ingin sekali berujar ‘Saya ingin menjadi Menteri Sosial.’ “Oh, berarti jadi rector, ya.” Timpal beliau dengan seling tawa. Pertanyaan yang sama beliau lontarkan lagi kepada teman saya yang lain.”
Sungguh luar biasa apa yang beliau prediksi. Sepertinya darah ilmu sosiologinya masih sangat kental di dalam dirinya. Apa yang beliau lontarkan memang cukup sesuai dengan fakta.
Selain itu, ada sebuah pesan yang Bapak Gumilar sampaikan sebelum mengakhiri diskusi kami. “Jika Adik minimal juara olimpiade nasional, bisa langsung masuk UI. Jika juara Tilawatil Quran pun sama, Adik bisa masuk UI melalui jalur PPKB. Kini, UI telah bersiap menunggu mahasiswa tahun 2009 melalui SIMAK, SNMPTN, PPKB, dan UMB.”
“Adik, maaf belum bisa ngobrol banyak. Ditunggu ya di UI di tahun … 2010 ya?”
Kamipun mengakhiri meneropong dunia depan. Untuk mengabadikan, dua jepretan kami kantongi.
S. A. Deliabilda
XI Exact 2
GSM / Q Smart AMQ
0 komentar:
Posting Komentar