Prinsip tersebut begitu melekat dalam diri. Ingin menjadi seorang yang professional dan mencoba mengawali masa yang lebih menantang, menjadi motivasi tersendiri untuk melakukan berbagai hal.
Termasuk pada sore itu. Sabtu, 13 September, sekitar pukul 16.00. Saat mendengar informasi tentang kedatangan Gubernur Jawa Barat, Bapak A. Heryawan, Lc. ke Ciamis, tiga orang reporter Q Smart yang masih mengedit naskah untuk pembuatan majalah langsung menyambut tawaran untuk wawancara yang diberikan oleh Pembina kami. Karena kami mempunyai misi lain selain berperan sebagai wartawan.
Setelah menyiapkan beberapa hal, dengan segenap asa dan cita, Q Smart melangkah dengan yakin dan pasti. Menurut informasi yang didapat, Pak Gubernur akan melaksanakan buka puasa di Bank Jabar. Lantas, langsung saja kami menuju tempat yang disinyalir akan disesaki oleh masyarakat ini.
Setibanya di Bank Jabar, ternyata perkiraan kami meleset. Memang, terdapat penjagaan dari kepolisian dan terdapat sejumlah orang yang sepertinya para tokoh di daerah Ciamis. Namun, suasana yang tercipta tidak terlalu ramai. Kami semapat ragu, ‘Apakah Pak Gubernur akan datang?’, Tanya dalam hati.
Karena saat kami datang bertepatan dengan waktu berbuka, seorang Bapak menawari untuk menikmati makanan pembuka yang terparkir di halaman Bank Jabar. Kami berbuka dan langsung menuju rumah Allah yang tak jauh dari tempat utama.
Untuk mencari kepastian, kami masuk lagi ke wahana Bank Jabar. Mata kami tertuju pada lawang pintu yang saat itu seperti dalam penjagaan. Dengan rasa kepenasaranan, Q Smart hampiri sambil bergumam , ‘Mungkinkah Pak Gubernur sudah datang?’
Apa yang tadi sempat kami cemaskan tak terjadi. Pak Gubernur datang. Saat itu beliau sedang berbuka puasa. Setelah negosiasi dengan beberapa orang di sana, akhirnya kami diberi kesempatan untuk mewawancara. “Tapi dimungkinkan setelah tarawih bersama wartawan lain.” Kata ajudan.
Rasa cemas meliputi hati kembali. Ke semua reporter Q Smart adalah akhwat. Kami khawatir terlalu malam dan tak ada kendaraan, kami memang tak mau merepotkan orang tua. Sedangkan Pembina kami menggunakan sepeda motor.
Namun, tak mungkin apabila kami lebih mementingkan pulang sedang Pak Gubernur sudah di depan mata dan misi lain tak dilaksanakan. Untung saja, salah satu orang tua kami masih berada di kawasan Ciamis, sehingga diminta untuk menunggu hingga selesai.
Lagi, kami ditawari makan. Sambil mengantri, kami bertemu dan berbincang dengan beberapa wartawan senior. Tabloid Ganesha salah satunya. Rencananya kami akan wawancara bersama.
Sesaat setelah makan, seorang ajudan menghampiri kami. Ternyata kesempatan yang diberikan untuk mewawancari lebih awal dari rencana semula. “Yang mau wawancara bisa sekarang. Tapi hanya diberi kesempatan lima menit. Kecuali kalau mau menunggu hingga selesai tarawih nanti.” Tanpa pikir panjang, kami memilih wawancara saat itu juga. Diamini pula oleh Ganesha.
Wartawan pelajar yang terlihat hanya dari Q Smart SMA Al Muttaqin saja. Padahal pelajar Ciamis merupakan salah satu embrio jurnalis pelajar, baik SMP maupun SMA.
.jpg)
Sekolah itu Mahal
Hangat dan akrab namun berwibawa. Itulah kesan yang terasa pertama kali. Gubernur yang baru diangkat tiga bulan lalu ini mengaku belum memberi perubahan yang signifikan, terutama dalam hal pendidikan.
Kendati demikian, beliau menganggap bahwa pendidikan adalah suatu hal yang penting dan penyelesaian dari berbagai masalah yang ada. “Pendidikan merupakan cara untuk memutus mata rantai realita social yang ada dan mutlak diselenggarakan di semua wilayah.”
Namun, kebutuhan akan pendidikan tidak diimbangi dengan biayanya yang justru masih berada di titik mahal. Kapan murahnya, ya? Senada dengan kondisi yang ada, Pak Gubernur juga sberpendapat bahwa pendidikan itu memang mahal. Justru dengan adanya pemerintah, biaya bisa lebih murah.
“Sekolah itu mahal, tak ada yang murah. Lagipula, pengertian murah itu juga harus didefinisikan dulu. Murah bagi orang kurang mampu adalah gratis dan murah bagi orang yang berkecukupan tidak mungkin gratis, kan? Dengan adanya dana dari pemerintah, biaya untuk pendidikan bisa lebih murah.” Pemerintah bukan hanya mendanai penyelenggaraannya, dari mulai pembangunan dan renovasinya juga menjadi salah satu tugas pemerintah, tambah beliau.
Seperti kita rasakan sendiri, predikat SSN maupun SNBI semakin menjamur di Indonesia, termasuk di Jawa Barat. Begitu pula dengan kelas internasional atau kelas SNBInya. Namun, lagi-lagi biaya yang dikeluarkan mesti lebih mahal dari kelas regular. “Kelas SNBI itu dibiayai oleh siswa. Makanya, siswa yang masuk kelas SNBI lebih mahal dari kelas biasa.”
Ditambahkan, dewasa ini banyak sekali pilihan yang bisa masyarakat pilih untuk melanjutkan jenjang pendidikannya. Ada sekolah umum, kejuruan, militer, hingga pertanian. Tinggal dipilih sesuai dengan minat dan bakat yang dimiliki. “Yang pasti, jangan sampai ada yang tidak sekolah.” ingatnya.
Namun, masalah takkan selesai hanya dengan berkomentar tanpa tindakan. Sesuai dengan aturan mengenai biaya APBD untuk pendidikan sebesar 20%, Pak Gubernur akan memberdayakan untuk beasiswa. Terutama kepada badan desa, begitu juga untuk universitasnya.
Beliau cukup menyayangkan karena Jawa Barat merupakan salah satu wilayah agraris. Namun hanya ada tiga SPMA yang tersebar di beberapa daerah. Mungkinkah bidang pertanian adalah spesifikasi keilmuan untuk generasi Jawa Barat masa depan? Mungkin, salah satunya.
Lima menit berdiskusi dengan beliau serasa satu kedipan. Sebelum menjalankan ibadah shalat isya dan tarawih di mesjid Agung Ciamis, Pak Gubernur sempat menorehkan tanda tangannya sebagai ucapan selamat atas terbitnya majalah GSM (Generasi Smart Muttaqin-red). Beliau juga berpesan kepada seluruh pelajar bahwa kita harus selalu belajar sungguh-sungguh dan jangan pernah tengok masa lalu, namun songsonglah masa depan yang lebih terang.
Delia, Verlyani, Rani
Q Smart
Q Smart
0 komentar:
Posting Komentar