Ada nuansa yang berbeda ketika Ramadhan, bulan penuh kemenangan ini, tiba. Salah satunya, yaitu tradisi munggahan dan buka bareng (BuBar) yang sepertinya telah mendarah daging di kehidupan kita. Terbukti, setiap menjelang Ramadhan, tempat-tempat wisata biasanya berjubel dengan orang-orang yang bermunggahan. Begitu pula ketika Ramadhan tiba. Rumah makan lesehan, rumah makan modern, maupun pedagang kaki lima tak ubahnya gula yang dikerumuni semut. Penuh!
Menikmati tradisi tersebut memang cukup mengasyikan juga. Apalagi jika bersama-sama dengan keluarga atau orang-orang yang kita sayangi. Selain bisa rileks melepas kepenatan setelah banyak aktivitas dan kegiatan yang dilakukan, acara seperti ini juga sebagai ajang mempererat jalinan silaturahmi. Uang yang kita bayarpun sebagai penghidupan dan modal bagi para pedagang.
Namun, akan terasa lebih nikmat dan berkesan apabila kita juga bisa berbagi dengan orang kecil atau anak jalanan yang sedari dini telah bergelut dengan debu dan keringat, tanpa kenal terik dan dinginnya siklus musim, juga dengan kerincingnya uang recehan yang digunakan untuk menghidupi keluarganya.
Bukan maksud untuk membandingkan. Ini hanya sekedar pengingat agar hati yang telah kembali fitrah tidak tercoreng lagi oleh noda riya dan selalu merasa tidak puas terhadap harta yang telah Allah SWT. titipkan kepada kita.
Kehidupan mereka jauh lebih nahas dari kita. Mungkin, mengenyam pendidikan dasar pun mesti terengah-engah. Bukankah Allah SWT. menyuruh umat-Nya untuk memperbanyak saudara? Insya Allah, adanya rasa berbagi dan kasih sayang terhadap orang-orang yang kurang beruntung dalam hal materi, akan ada rasa kepuasan bathin tersendiri yang tak bisa diukur dengan materi dan Allah SWT. pun akan tambah sayang sama kita.
Banyak hal yang bisa kita lakukan. Misalnya, buka puasa bareng atau memberi angpao. Mungkin hal itu akan membuat mereka senang dan tersenyum girang. Namun yang perlu ditekankan bahwa untuk melakukan hal ini harus diniati dengan hati yang ikhlas dan Lilahi ta’ala. Selain itu, usahakan agar tangan kiri tidak perlu tahu apa yang kita beri. Pak Dedi Sugandi, S.Pd. dalam materinya pernah mengatakan, “Bila tangan kita memberi dengan tangan kanan, tangan kiri jangan sampai tahu. Dan lupakanlah semua perbuatan baik yang pernah dilakukan agar kita terus terpacu dan termotivasi untuk berbuat yang lebih baik lagi.”
Pandangan yang biasa kita lihat lagi, di bulan Ramadhan (Alhamdulillah) masjid selalu penuh dengan orang yang berjamaah, terutama Isya karena melaksanakan shalat tarawih. Setelah sekian lama masjid hanya diisi (sebagian besar) oleh orang tua, sekarang anak kecil, remaja, dan dewasa ikut memakmurkan masjid pula. Ditambah lagi biasanya ada kuliah subuh. Alhamdulillah dech, masjid penuh dengan umat yang beribadah.
Bukan hanya itu, biasanya masjid juga dijadikan tempat untuk belajar agama bagi para pelajar. Sayangnya, jarang sekali melihat remaja yang memanfaatkan kesempatan berada di rumah Allah ini dengan sebaik-baiknya. Tak sedikit remaja yang masih caliweura dan bercanda ketika shalat berjamaah.
Dan semoga saja, jangan hanya selama Ramadhan, namun bisa berkelanjutan hingga Ramadhan yang akan datang tiba lagi. Dan semua kelakuan yang kurang bisa menempatkan diri itu bisa diubah sebelum menjadi sebuah kebiasaan. Masjid khan rumah Allah SWT. Kalau kita tidak memakmurkan masjid, apa masih pantas Allah SWT. baik sama kita?
Diakui atau tidak, orang-orang paling rajin ke masjid untuk melaksanakan shalat Isya dan tarawih itu di hari-hari ganjil penghujung bulan Ramadhan. Nahas sekali. Untuk mendapatkan sekantong makanan kecil, orang-orang menjadi semangat pergi ke masjid. Dan berdasarkan pengamatan, setelah mendapatkan snack, (biasanya anak-anak) mereka menghentikan shalat dan pulang ke rumah. Tidak sedikit juga, lho orang tua yang seperti itu. Setelah melaksanakan 8 rakaat, langsung meminta snack dan pulang dan tidur hingga menjelang sahur tiba.
“Orang yang sedang berpuasa, meskipun tidur pahalanya akan tetap mengalir.”
Entah terinspirasi dari kalimat tersebut, entah ngantuk yang menggoda untuk terlelap dipelukan kasur. Namun yang terjadi, setelah melaksanakan shalat subuh jarang sekali orang yang melek untuk mengerjakan berbagai macam kegiatan. Ditambah waktu yang digunakan untuk melakukan aktivitas lebih alon dari hari-hari biasa.
Padahal, waktu subuh itu baik untuk mencari inspirasi dan baik untuk kesehatan. Selain pikiran dan otak kita masih fresh setelah beberapa jam beristirahat, udaranya pun masih segar dan belum terkontaminasi dengan polusi. Sayangnya, sedikit sekali orang yang memanfaatkan waktu ba’da subuh. Sesungguhnya orang Yahudi itu takut apabila orang muslim bangun di waktu subuh. Namun sampai sekarang orang Yahudi masih belum gentar menjajahi umat muslim karena subuh pun masih banyak yang meninggalkan dan digunakan untuk tidur. Padahal menurut buku yang pernah saya baca, apabila terlalu banyak tidur akan membuat wajah menjadi pucat, hati menjadi buta, mata menjadi jelalatan, malas bekerja, cenderung berperilaku kasar, serta penyakit-penyakit lain yang sulit dicari obatnya. Tak heran kalau orang Yahudi masih gencar menjajah kita, sebelum kita sadar dan berubah menjadi lebih baik!
Menikmati tradisi tersebut memang cukup mengasyikan juga. Apalagi jika bersama-sama dengan keluarga atau orang-orang yang kita sayangi. Selain bisa rileks melepas kepenatan setelah banyak aktivitas dan kegiatan yang dilakukan, acara seperti ini juga sebagai ajang mempererat jalinan silaturahmi. Uang yang kita bayarpun sebagai penghidupan dan modal bagi para pedagang.
Namun, akan terasa lebih nikmat dan berkesan apabila kita juga bisa berbagi dengan orang kecil atau anak jalanan yang sedari dini telah bergelut dengan debu dan keringat, tanpa kenal terik dan dinginnya siklus musim, juga dengan kerincingnya uang recehan yang digunakan untuk menghidupi keluarganya.
Bukan maksud untuk membandingkan. Ini hanya sekedar pengingat agar hati yang telah kembali fitrah tidak tercoreng lagi oleh noda riya dan selalu merasa tidak puas terhadap harta yang telah Allah SWT. titipkan kepada kita.
Kehidupan mereka jauh lebih nahas dari kita. Mungkin, mengenyam pendidikan dasar pun mesti terengah-engah. Bukankah Allah SWT. menyuruh umat-Nya untuk memperbanyak saudara? Insya Allah, adanya rasa berbagi dan kasih sayang terhadap orang-orang yang kurang beruntung dalam hal materi, akan ada rasa kepuasan bathin tersendiri yang tak bisa diukur dengan materi dan Allah SWT. pun akan tambah sayang sama kita.
Banyak hal yang bisa kita lakukan. Misalnya, buka puasa bareng atau memberi angpao. Mungkin hal itu akan membuat mereka senang dan tersenyum girang. Namun yang perlu ditekankan bahwa untuk melakukan hal ini harus diniati dengan hati yang ikhlas dan Lilahi ta’ala. Selain itu, usahakan agar tangan kiri tidak perlu tahu apa yang kita beri. Pak Dedi Sugandi, S.Pd. dalam materinya pernah mengatakan, “Bila tangan kita memberi dengan tangan kanan, tangan kiri jangan sampai tahu. Dan lupakanlah semua perbuatan baik yang pernah dilakukan agar kita terus terpacu dan termotivasi untuk berbuat yang lebih baik lagi.”
Pandangan yang biasa kita lihat lagi, di bulan Ramadhan (Alhamdulillah) masjid selalu penuh dengan orang yang berjamaah, terutama Isya karena melaksanakan shalat tarawih. Setelah sekian lama masjid hanya diisi (sebagian besar) oleh orang tua, sekarang anak kecil, remaja, dan dewasa ikut memakmurkan masjid pula. Ditambah lagi biasanya ada kuliah subuh. Alhamdulillah dech, masjid penuh dengan umat yang beribadah.
Bukan hanya itu, biasanya masjid juga dijadikan tempat untuk belajar agama bagi para pelajar. Sayangnya, jarang sekali melihat remaja yang memanfaatkan kesempatan berada di rumah Allah ini dengan sebaik-baiknya. Tak sedikit remaja yang masih caliweura dan bercanda ketika shalat berjamaah.
Dan semoga saja, jangan hanya selama Ramadhan, namun bisa berkelanjutan hingga Ramadhan yang akan datang tiba lagi. Dan semua kelakuan yang kurang bisa menempatkan diri itu bisa diubah sebelum menjadi sebuah kebiasaan. Masjid khan rumah Allah SWT. Kalau kita tidak memakmurkan masjid, apa masih pantas Allah SWT. baik sama kita?
Diakui atau tidak, orang-orang paling rajin ke masjid untuk melaksanakan shalat Isya dan tarawih itu di hari-hari ganjil penghujung bulan Ramadhan. Nahas sekali. Untuk mendapatkan sekantong makanan kecil, orang-orang menjadi semangat pergi ke masjid. Dan berdasarkan pengamatan, setelah mendapatkan snack, (biasanya anak-anak) mereka menghentikan shalat dan pulang ke rumah. Tidak sedikit juga, lho orang tua yang seperti itu. Setelah melaksanakan 8 rakaat, langsung meminta snack dan pulang dan tidur hingga menjelang sahur tiba.
“Orang yang sedang berpuasa, meskipun tidur pahalanya akan tetap mengalir.”
Entah terinspirasi dari kalimat tersebut, entah ngantuk yang menggoda untuk terlelap dipelukan kasur. Namun yang terjadi, setelah melaksanakan shalat subuh jarang sekali orang yang melek untuk mengerjakan berbagai macam kegiatan. Ditambah waktu yang digunakan untuk melakukan aktivitas lebih alon dari hari-hari biasa.
Padahal, waktu subuh itu baik untuk mencari inspirasi dan baik untuk kesehatan. Selain pikiran dan otak kita masih fresh setelah beberapa jam beristirahat, udaranya pun masih segar dan belum terkontaminasi dengan polusi. Sayangnya, sedikit sekali orang yang memanfaatkan waktu ba’da subuh. Sesungguhnya orang Yahudi itu takut apabila orang muslim bangun di waktu subuh. Namun sampai sekarang orang Yahudi masih belum gentar menjajahi umat muslim karena subuh pun masih banyak yang meninggalkan dan digunakan untuk tidur. Padahal menurut buku yang pernah saya baca, apabila terlalu banyak tidur akan membuat wajah menjadi pucat, hati menjadi buta, mata menjadi jelalatan, malas bekerja, cenderung berperilaku kasar, serta penyakit-penyakit lain yang sulit dicari obatnya. Tak heran kalau orang Yahudi masih gencar menjajah kita, sebelum kita sadar dan berubah menjadi lebih baik!
0 komentar:
Posting Komentar