Huh… Pasti dia yang jadi ketua OSIS-nya! Aku kalah saiangan lagi, dech…
Kenapa sih bukan aku yang jadi KM?
Kok nilai-nilaiku makin hari makin menurun?
Masa nilaiku lebih jelek dari temen yang nyontek ke aku?
Kenapa bukan aku juara lombanya? Padahal khan aku udah puluhan kali menjuarai lomba ini?
Masa aku ‘ga kepilih jadi panitia acara di sekolah sih?
Mungkin replika di atas hampir semua dari kita pernah ngalamin. Apalagi buat kita-kita yang masih dalam masa adaptasi setelah pindah jenjang sekolah. Dari SD ke SMP, SMP ke SMA, dan dari SMA ke perguruan tinggi. Boro-boro yang masih adaptasi, yang udah beberapa tahun pun masih perlu menahan mental dan menyetabilkan diri agar semuanya tetap terkendali.
Kadang kita berpikiran kalau sekolah baru berarti saingan baru juga. Mmh… Masuk akal juga, sih. Siswa dari berbagai sekolah berbaur menjadi satu dan tidak menutup kemungkinan kalau kemampuan dan prestasinya itu melebihi kita. Semua menjadi saingan. Baik dalam prestasi akademik, non-akademik, maupun di dalam organisasi.
Setelah tahun ajaran baru mencapai pertengahan semester, mungkin udah mulai pada kelihatan mana yang aktif, berprestasi, pintar, dan yang memiliki keunggulan-keunggulan lainnya. Apalagi udah pada ulangan mid-semester. Makin kelihatan aja tuch... Kalian dapat nilai yang memuaskan, khan..?
Merasa tersaingi merupakan hal yang wajar dan manusiawi. Itu karena terlahir dalam ruhaniah setiap insan. Namun, bagaimana langkah antisipasi ketika kita hadapi keadaan yang seperti di atas sebelum benar-benar membuat down dan menjadikan mental kita bobrok? Perlu diketahui bahwa setiap orang itu mempunyai masa puncak/kejayaan yang berbeda. Ada yang ketika SMP aktif, tidak pernah absen untuk mengikuti berbagai kegiatan, mengikuti berbagai kejuaraan, ditambah lagi dengan mengantongi nilai yang tidak pernah kurang dari rata-rata. Tetapi, ketika menginjak SMA, malah vakum dari keorganisasian, jarang sekali mengikuti perlombaan, dan nilainya pas-pasan banget… Namun, tidak jarang kita temui orang yang ketika SMP sangat pasif, tetapi ketika mulai masuk dunia SMA malah menjadi bersinar dengan prestasinya dan aktifnya luar biasa, Dan orang seperti inilah yang mungkin menjadi saingan cukup berat buat kita! Cobalah untuk tidak pernah samakan masa lalu dan masa yang sedang kita jalani ini. Kita harus sadar akan kejayaan itu, karena toh semuanya telah dan akan terus berbeda, yang penting kita bisa menyetabilkan situasi dan berusaha untuk lebih baik lagi agar prestasi tetap bisa terkendali, right?!
Ada baiknya kita juga jangan terlalu memasang target yang sekiranya tidak bisa terjangkau oleh kemampuan kita. Bukannya kita tidak boleh berikhtiar, tetapi kita khan telah diberi kelebihan masing-masing yang bisa kita perdalam lagi dan untuk apa menggali tanah yang tak bisa kita cangkul meskipun di bawahnya terdapat peti harta karun? Jika potensi kita telah tertuju di satu bidang, misalnya olahraga, lebih baik kita perdalam bidang tersebut. Untuk bidang lainnya, seperti akademik, jangan terlalu menargetkan standar nilai sendiri yang terlalu tinggi karena itu malah akan membebani diri sendiri.
Untuk bangkit lagi, jangan pernah malu untuk berkaca dari pengalaman orang lain dan meminta nasihat dari yang lebih tua. Namun semua itu perlu didorong pula dengan motivasi, terutama dari diri kita sendiri. Jadikan kegagalan kemarin menjadi acuan untuk lebih baik lagi. Roda itu selalu berputar. Begitu juga dengan kehidupan kita, ada saatnya berada di atas awan, ada kalanya pula di dasar samudera. Jika kita telah memiliki dasar dan kefahaman tentang suatu hal dan diimbangi dengan adanya motivasi, kita bisa berenang menuju tepi, dan tidak menutup kemungkinan untuk bisa terbang tinggi ke awan.
Sikap yang perlu kita jaga adalah optimisme. Optimisme yang terjaga dengan baik akan membentengi hati kita untuk selalu siap menghadapi apapun yang akan terima. Bersyukur jika berhasil dan berlapang dada bila kemenangan belum diraih. Meski optimis dan ambisi terkesan sama, namun perbedaannya sungguh mencolok. Jiwa yang terlalu ambisius akan sulit menerima kekalahannya karena sifat terlalu percaya diri dan terlalu merasa dirinya paling hebat. Tetapi, selama ambisiusnya masih dalam tahap wajar, hal ini tidak akan menjadi masalah.Yang akan menimbulkan masalah adalah saat sifat ambisi ini yang terlalu berlebihan karena akan menimbulkan sombong (ujub), yang jelas-jelas merupakan salah satu sifat tercela.
Segelintir kata ini semoga bisa mengusap air mata yang sulit terhenti dan sedikit membuka mata hati untuk lebih menatap tabir kehidupan yang semakin tak bermoral. Don’t be the first, but we should do the best!!!
Kenapa sih bukan aku yang jadi KM?
Kok nilai-nilaiku makin hari makin menurun?
Masa nilaiku lebih jelek dari temen yang nyontek ke aku?
Kenapa bukan aku juara lombanya? Padahal khan aku udah puluhan kali menjuarai lomba ini?
Masa aku ‘ga kepilih jadi panitia acara di sekolah sih?
Mungkin replika di atas hampir semua dari kita pernah ngalamin. Apalagi buat kita-kita yang masih dalam masa adaptasi setelah pindah jenjang sekolah. Dari SD ke SMP, SMP ke SMA, dan dari SMA ke perguruan tinggi. Boro-boro yang masih adaptasi, yang udah beberapa tahun pun masih perlu menahan mental dan menyetabilkan diri agar semuanya tetap terkendali.
Kadang kita berpikiran kalau sekolah baru berarti saingan baru juga. Mmh… Masuk akal juga, sih. Siswa dari berbagai sekolah berbaur menjadi satu dan tidak menutup kemungkinan kalau kemampuan dan prestasinya itu melebihi kita. Semua menjadi saingan. Baik dalam prestasi akademik, non-akademik, maupun di dalam organisasi.
Setelah tahun ajaran baru mencapai pertengahan semester, mungkin udah mulai pada kelihatan mana yang aktif, berprestasi, pintar, dan yang memiliki keunggulan-keunggulan lainnya. Apalagi udah pada ulangan mid-semester. Makin kelihatan aja tuch... Kalian dapat nilai yang memuaskan, khan..?
Merasa tersaingi merupakan hal yang wajar dan manusiawi. Itu karena terlahir dalam ruhaniah setiap insan. Namun, bagaimana langkah antisipasi ketika kita hadapi keadaan yang seperti di atas sebelum benar-benar membuat down dan menjadikan mental kita bobrok? Perlu diketahui bahwa setiap orang itu mempunyai masa puncak/kejayaan yang berbeda. Ada yang ketika SMP aktif, tidak pernah absen untuk mengikuti berbagai kegiatan, mengikuti berbagai kejuaraan, ditambah lagi dengan mengantongi nilai yang tidak pernah kurang dari rata-rata. Tetapi, ketika menginjak SMA, malah vakum dari keorganisasian, jarang sekali mengikuti perlombaan, dan nilainya pas-pasan banget… Namun, tidak jarang kita temui orang yang ketika SMP sangat pasif, tetapi ketika mulai masuk dunia SMA malah menjadi bersinar dengan prestasinya dan aktifnya luar biasa, Dan orang seperti inilah yang mungkin menjadi saingan cukup berat buat kita! Cobalah untuk tidak pernah samakan masa lalu dan masa yang sedang kita jalani ini. Kita harus sadar akan kejayaan itu, karena toh semuanya telah dan akan terus berbeda, yang penting kita bisa menyetabilkan situasi dan berusaha untuk lebih baik lagi agar prestasi tetap bisa terkendali, right?!
Ada baiknya kita juga jangan terlalu memasang target yang sekiranya tidak bisa terjangkau oleh kemampuan kita. Bukannya kita tidak boleh berikhtiar, tetapi kita khan telah diberi kelebihan masing-masing yang bisa kita perdalam lagi dan untuk apa menggali tanah yang tak bisa kita cangkul meskipun di bawahnya terdapat peti harta karun? Jika potensi kita telah tertuju di satu bidang, misalnya olahraga, lebih baik kita perdalam bidang tersebut. Untuk bidang lainnya, seperti akademik, jangan terlalu menargetkan standar nilai sendiri yang terlalu tinggi karena itu malah akan membebani diri sendiri.
Untuk bangkit lagi, jangan pernah malu untuk berkaca dari pengalaman orang lain dan meminta nasihat dari yang lebih tua. Namun semua itu perlu didorong pula dengan motivasi, terutama dari diri kita sendiri. Jadikan kegagalan kemarin menjadi acuan untuk lebih baik lagi. Roda itu selalu berputar. Begitu juga dengan kehidupan kita, ada saatnya berada di atas awan, ada kalanya pula di dasar samudera. Jika kita telah memiliki dasar dan kefahaman tentang suatu hal dan diimbangi dengan adanya motivasi, kita bisa berenang menuju tepi, dan tidak menutup kemungkinan untuk bisa terbang tinggi ke awan.
Sikap yang perlu kita jaga adalah optimisme. Optimisme yang terjaga dengan baik akan membentengi hati kita untuk selalu siap menghadapi apapun yang akan terima. Bersyukur jika berhasil dan berlapang dada bila kemenangan belum diraih. Meski optimis dan ambisi terkesan sama, namun perbedaannya sungguh mencolok. Jiwa yang terlalu ambisius akan sulit menerima kekalahannya karena sifat terlalu percaya diri dan terlalu merasa dirinya paling hebat. Tetapi, selama ambisiusnya masih dalam tahap wajar, hal ini tidak akan menjadi masalah.Yang akan menimbulkan masalah adalah saat sifat ambisi ini yang terlalu berlebihan karena akan menimbulkan sombong (ujub), yang jelas-jelas merupakan salah satu sifat tercela.
Segelintir kata ini semoga bisa mengusap air mata yang sulit terhenti dan sedikit membuka mata hati untuk lebih menatap tabir kehidupan yang semakin tak bermoral. Don’t be the first, but we should do the best!!!
0 komentar:
Posting Komentar