Berkunjung ke UI Malah Diajak ke Ruang Rektor
Memetik buah kelapa belum tentu bisa dimanfaatkan semuanya. Namun sepertinya kata kiasan itu tak berpihak pada para panitia JSC (Java Student Competition) dan guru pembimbing SMA Al Muttaqin. Karena, tak hanya buah kelapa yang kami dapat, juga durian runtuh yang kami raih. Lho, kok kenapa?
Beberapa waktu kemarin, kami sempat menjelajahi Pulau Jawa bagian barat, tepatnya Bandung-Jakarta-Bogor. Ada dua kepentingan saat itu, untuk kesuksesan JSC dan survey untuk wisata ilmiah.
Pengenalan perguruan tinggi sedari dini sudah menjadi prinsip SMA Al Muttaqin. Maka, untuk wisata ilmiah yang akan dilaksanakan pada 20-23 Januari ini banyak perguruan tinggi yang akan dikunjungi.
Salah satu perguruan tinggi yang top di bagian barat adalah Universitas Indonesia yang kini berada di bawah pimpinan orang Tasikmalaya, Bapak Prof. Dr. der Soz Gumilar Rusliwa Somantri.
Malamnya, kami semat menginap di Wisma Makara UI yang memang diperbolehkan untuk dipakai oleh tamu. Suasana kampus UI yang megah sudah terbaca dari karakter bangunan dan bentuk fasilitas yang disediakan.
Di saat mentari kembali menerangi tanah Indonesia, kami sudah bersiap menuju ke Humas Rektorat UI. Beberapa dari kami sempat ikut berdiskusi mengenai salah satu perguruan tinggi negeri favorit ini dengan Bapak Meli dari bagian humas.
Berdiskusi dengan Pak Meli tidak terlalu lama, melihat saat itu ada dua orang mahasiswa yang memiliki kepentingan dengan Humas, di samping agenda kami hari itu cukup padat.
Diajak ke Ruang Pak Rektor
Mengunjungi UI bukanlah kali pertama bagi kami. Dulu, setiap menginjakkan kaki di kampus yang rata-rata mencetak calon para menteri ini kami selalu berandai bertemu dengan Pak Rektor langsung. Meskipun di pertengahan 2008 lalu kami pernah bersua dengan beliau, meski di Unsil.
Saat itu, setelah berdiskusi cukup panjang lebar dengan Humas Rektorat UI dan mengabadikan dalam beberapa jepretan, kami singgah dulu di toko souvenir yang berada tepat di depan rektorat.
Tak disangka, sesaat sebelum merchandise UI sah menjadi hak milik kami (alias belum dibayar ke kasir), dua orang dari kami melihat ke arah luar, tepatnya ke arah jalan menuju rektorat.
Seorang Bapak berbadan tegap, berjas hitam, ditemani sekitar tiga orang yang berjalan di belakang beliau lewat sambil melirik ke arah kami seraya menebar senyum dan lambaian tangan beliau.
Pak Gumilar! Refleks salah seorang dari kami. Langsung saja, tanpa pikir panjang beberapa dari kami mengejar beliau. Setidaknya, bisa berfoto bersama, bathin kami.
“Bapak, Assalamualaikum. Selamat pagi.” Sapa kami. Langkah beliau terhenti dan menoleh.
“Waalaikumsalam. Adik, lagi main ke UI ya? Silakan. Sudah ke humasnya?” tanya beliau ramah.
“Sudah Pak. Kami dari Tasikmalaya, SMA Al Muttaqin. Kebetulan dua minggu yang akan datang kami akan mengunjungi UI. Sekarang sedang survey dulu.” jawab pembimbing kami, Bapak In In Kadarsolihin, S.S.
“Oh, ya. Dulu kami pernah bertemu dengan Bapak dan wawancara saat Bapak berkunjung ke Unsil.” sambung Delia.
Beliau mengangguk-angguk dan berdiskusi singkat bersama kami di sana.
Beliau melirik jam tangannya dan berkata, “Mari ikut saya ke ruang rektor. Kebetulan saya ada waktu kosong sampai pukul 10.00. nanti kita ngobrol-ngobrol di sana.” ajak beliau sambil diikuti kami.
Saat itu yang ikut satu lift bersama Pak Gumilar adalah Pak In In, Pak Agus (ketua wisata ilmiah 2009-red), Delia, Wegan, dan Ari. Sedang yang lainnya, Isty, Dwi, Sabrina, Abie, dan Dera belakangan karena mengurus dulu cinderamata berlogo UI, meski pada akhirnya barang-barang tersebut belum dulu dibawa.
Sepanjang menuju ruang rector, tak hentinya beliau melepas senyum dan menyapa rekan pembantu rector. Hingga akhirnya kami masuk ke sebuah ruangan berukuran cukup besar yang atas pintunya bertulis Rector Room.
Sambil menunggu beberapa rekan kami yang tidak berangkat bersamaan, Pak Rektor membuka obrolan dengan menanyakan profil SMA Al Muttaqin seraya menandatangani setumpuk berkas yang sudah ada di hadapannya.
Selain dengan Pak Gumilar, kami juga ditemani oleh Ibu Devi. Di usianya yang terlihat segar dan masih sangat muda (kelihatannya masih sekitar 30 tahunan), beliau sudah menjabat menjadi Wakil Kepala Humas Rekorat.
Banyak pengalaman menarik terjadi di sini. Misalnya saja, saat Pak Rektor memberi perintah, dengan refleks Ibu Devi bilang, “Siap, Prof.”, dengan gerakan tubuh seperti orang Jepang. Kebiasaan itu cukup membuat kami terkesima juga.
Diskusi kami mengenai pendidikan cukup luas dan mendalam. Kami diberi petuah dan motivasi yang besar untuk gigih menaklukkan dunia. Mulai dari pendidikan di Tasikmalaya, sekolah ideal, persepsi akan mahalnya pendidikan, Bahkan, Pak rector sempat membahas mengenai saingan di masa ke depan.
Beberapa menit sebelum diskusi berakhir, kami semua ditanya nama, alamat rumah, hingga cita-cita. Saat itu, ilmu sosiologinya begitu kental terasa. Beliau bisa menebak pikiran orang yang saat itu sedang ada di hadapannya. Sungguh ilmu yang menatik untuk dipelajari.
Sayangnya, waktu sudah menunjukkan pukul 09.58. Jam segitu alias sekitar pukul 10.00 itu akan ada meeting bersama dair Singapura.
Sebelum ke luar ruangan, kami sempat mengabadikan hal tersebut lewat jepretan foto. Kebetulan Ibu Devi bersedia membantu kami. dan lagi beliau ucapkan, “Siap, Prof.”
***
Nah, bagi teman-teman yang pengen tahu lebih mendetail dengan apa yang kami diskusikan, tunggu liputan selengkapnya di edisi depan. Insya Allah kami akan persembahkan liputan-liputan kami, terutama dengan Bapak Aburizal Bakrie (Menko Kesra), rector ITB, dan beberapa tokoh nasional lainnya. Wait for us!
S. A. Deliabilda / XI Exact 2
Q Smart GSM
SMA Al Muttaqin
0 komentar:
Posting Komentar