SURI, DAN KEMBALI LAGI, ATAU KRITIS
Gema gaung ruang hampa membahana
Mendengkur dalam kesurian jiwa
Terkoyak dari arah yang justru sudah dibusur panah duka
Ruh-ruh tak berjiwa paten melayang,
entah ke mana rimbanya
Tanpa munculkan raga
Hingga akhirnya mengalirkan air susu yang anyir, rupanya
Meski tak sedikit yang tergiur
Dan meninggalkan kulit nadi
Demi derajat kepalsuan, diiming-imingi
Dalam peranjat dari kepungan dimensi
Perlahan tuts melumpuhkan kebekuan
Sedang lesatan dendrit berseliweran
Berkelebat rautan benang hilir mudik,
Merah-Putih
Berpenyangga kulit tak berisi
Sayat rintih kawihkan tembang sendu
Sesak, dari sesal yang menjajal
Dentum rock, kerasannya jazz, pun alunan pop
Menghingar-bingarkan ruang diri
Lagi tak hentinya komat-kamit tiap larik
Lain pula, osteoarthritis sendi gerak
Yang dihantam setelah bergelut dengan penamu
Yang justru menjadi penyamun
Dalam rileksnya hawar gerah
Pun tabuh genderang telah bermorfosis
Membungkus kado histori Ibu
Serta tetaluan tak lagi mendongak
Terus, dan terus tergerus bintang sinar nan membias
Kini, hanya orchestra sang renta
Yang rindukan hidup mudanya
Hanya museum berpetak debu
Mengerumuni sendiri yang kehilangan tumpu
Sedang, tak ada jeda barang sewaktu
Demi kenangan yang lestari
Malah jubah bertengger konserkan parasit debu
Tapi tutupi aksi jati diri
Kelam dan tak bersekat
Hanya blur gores dan struk bernilai tak berharga
Ada gerak sebelum benar-benar lumpuh
Serta gelora untuk meringkus benalu
Gempitanya menutup lalu
Dan semaikan kidung yang telah dirindu
Namun, seberapa banyakkah?
Adil(?)
Akhirnya,
Kritis
8.31 am
Thursday, November 19, 2009
0 komentar:
Posting Komentar